Krisis energi yang melanda Eropa akibat konflik intens antara Rusia dan Ukraina membuat negara benua biru itu kembali mengalihkan perhatiannya ke batu bara. Hal ini tercermin dari tingginya permintaan batubara di negara produsen dan terganggunya berbagai sektor industri akibat krisis energi. Pertanyaannya, sampai kapan dan akan separah apa krisis energi ini?
Hal tersebut menjadi relevan untuk dipertanyakan, mengingat sekarang banyak orang yang cemas dan terpukul dengan kenaikan harga BBM. Para pelaku bisnis terutama UMKM juga menjadi was-was dengan cadangan minyak dunia yang tidak menentu seiring meroketnya harga BBM akhir-akhir ini, ditambah dengan kenaikan laju inflasi yang sulit dikendalikan oleh otoritas bank sentral dalam menjinakkan nilai tukar. Di sisi lain, otoritas fiskal juga tidak berdaya untuk memikul beban utang yang terus membengkak, dan negara-negara berkembang tsecara simultan terus mengalami tekanan neraca pembayaran yang semakin hari semakin membuat bulu kuduk merinding.
Fenomena krisis energi ini hampir mirip seperti krisis energi yang terjadi pada tahun 1970-an, bahkan semakin hari krisis energi ini jurangnya semakin dalam, dengan atau tanpa kita sadari. Pada tahun 1970 kita hanya diguncang oleh krisis energi berupa minyak, sedangkan saat ini krisis energi jauh lebih komplek, yaitu berupa: gas alam, batu bara, dan bahkan energi yang dihasilkan oleh tenaga nuklir.
Akibatnya, krisis energi ini sangat berpengaruh pada laju inflasi yang sulit di kontrol dan menjadi pemicu dari kepanikan pasar uang dan komoditas, serta berpotensi mengundang kemungkinan terburuk berupa stagflasi global. Bersamaan dengan krisis geopolitik yang terjadi akibat dari perang Rusia-Ukraina, krisis energi ini juga semakin memperdalam perseteruan antara blok Barat dan blok Rusia-Tiongkok. Namun, sebenarnya apa sih krisis energi itu? Simak ulasannya berikut!
Pengertian Krisis Energi
Menurut kamus Collins, krisis energi adalah kekurangan atau gangguan pasokan energi. Krisis energi bisa dijelaskan sebagai pasokan sumber daya energi yang tidak mencukupi atau kenaikan harga sumber daya, seperti minyak.
Menurut penelitian Charles E. Garrison yang diterbitkan di Springerlink, konsep krisis energi muncul dari proses sosial dan merupakan metafora yang terkait dengan rangkaian peristiwa. Sifat metafora adalah untuk menekankan beberapa aspek dari rangkaian peristiwa yang dirujuknya dan mengaburkan aspek lainnya.
Dibandingkan dengan peristiwa sejarah, metafora ini mengaburkan peran pemerintah dan industri perminyakan dalam merumuskan kebijakan konsumsi minyak yang tinggi dan ketergantungan impor, sementara peran konsumen menjadi penekanan dalam hal ini.
Penyebab Krisis Energi
Sebenarnya banyak sekali penyebab terjadinya krisis energi. Hal ini dikarenakan krisis energi merupakan satu hal yang bukan hanya berasal dari satu masalah, melainkan terjadi akibat kombinasi seluruh faktor yang dihimpun secara terus menerus. Diantara penyebab tersebut adalah:
1. Konsumsi Secara Berlebihan
Krisis energi merupakan akibat dari berbagai tekanan terhadap berbagai sumber daya alam. Bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara berada di bawah tekanan karena konsumsi berlebihan, yang pada gilirannya menciptakan polusi yang menguras sumber daya air dan oksigen kita. Pola konsumsi saat ini sebagian besar bergantung pada sumber daya yang dapat dikonsumsi dan terbatas seperti batu bara, minyak, dan gas alam, dan sumber daya ini semakin dekat dan hampir habis. Menurut perhitungan saat ini, cadangan minyak cukup untuk 40-60 tahun, minyak konvensional sekitar 60 tahun, dan cadangan batu bara sekitar 2 abad.
2. Over Populasi
Kemakmuran demografis dan ekonomi di daerah berkembang akan memperkuat permintaan energi. Diperkirakan populasi dunia akan mencapai hampir 10 miliar pada tahun 2050. Tanpa kebijakan publik di bidang ini, permintaan energi global dapat meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030, menurut International Energy Agency (IEA).
3. Pemborosan Energi
Pentingnya penghematan energi ini sering kali diremehkan. Padahal, pemborosan energi merupakan penyebab primer untuk mempercepat terjadinya krisis energi, terutama pada energi bahan bakar dan listrik. Oleh karena itu, pengurangan limbah merupakan sumber penghematan energi yang substansial, yang membutuhkan tindakan baik pada tingkat individu maupun kolektif.
4. Opsi Energi Terbarukan yang Belum Dimanfaatkan Secara Optimal
Energi terbarukan tetap tidak digunakan atau kurang dimanfaatkan di sebagian besar negara. Mayoritas energi yang kita gunakan masih berasal dari sumber daya tak terbarukan seperti batu bara. Ini berarti masih banyak ruang untuk perbaikan di bidang ini. Kita tidak dapat menyelesaikan krisis energi dunia jika kita tidak memberikan perhatian yang serius terhadap energi terbarukan yang sebetulnya bisa membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Upaya Untuk Mengatasi atau Mencegah Krisis Energi
Meski krisis energi sedang terjadi di tengah-tengah kita saat ini, tetapi bukan berarti tidak ada upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah atau setidaknya tidak menambah kondisi makin memburuk. Berikut adalah beberapa upaya untuk merespon krisis energi :
1. Beralih kepada Sumber Daya Terbarukan
Peralihan ini akan menjadi solusi terbaik yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketergantungan dunia pada sumber daya tidak terbarukan dan juga melakukan konservasi secara keseluruhan. Bahan bakar fosil sudah cukup lama digunakan sebagai penyumbang emisi untuk industri, hari ini peralihan tersebut harus mulai berani dilakukan dengan menggunakan energi terbarukan seperti energi air, energi matahari, dan energi angin yang lebih ramah lingkungan.
Ironisnya, banyak negara yang justru lebih khawatir dan cemas akan kelangkaan gas atau minyak. Namun, sebenarnya ada kekhawatiran yang jauh lebih besar, yaitu penggunaan batu bara akan terus merusak atmosfer dan menghancurkan sumber daya alam lain melalui aktivitas penambangan batu bara. Jadi, peralihan kepada penggunaan energi terbarukan adalah menjadi sangat krusial dan urgent dalam menghadapi krisis energi yang ada di depan.
2. Melakukan Efisiensi Energi
Kesadaran untuk penggunaan energi secara efisien juga perlu ditingkatkan. Beberapa cara sederhana yang bisa membantu menghemat energi termasuk mematikan kipas dan lampu saat tidak digunakan, berhati-hati saat menggunakan peralatan, membatasi penggunaan pemanas dan pendingin, berjalan kaki, dan aktivitas kecil namun berdampak tinggi lainnya.
3. Peduli Terhadap Perubahan Iklim
Baik negara maju maupun negara berkembang harus memiliki kepedulian yang sama terhadap perubahan iklim. Mereka harus fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme lintas batas yang efektif. Dalam situasi pertumbuhan penduduk dan konsumsi sumber daya yang berlebihan saat ini, konsekuensi pemanasan global dan perubahan iklim tidak dapat dikesampingkan dan diremehkan. Baik negara maju maupun berkembang harus fokus pada pengurangan emisi untuk mengurangi separuh emisi mereka dari tingkat saat ini pada tahun 2050.
Pelajari lebih lanjut dan dapatkan konsultasi secara gratis mengenai seluk beluk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan beragam jenis penerapannya pada kontak di bawah ini :
Elga Aris Prastyo, S.Pd, S.E : 081515889939 (Whatsapp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar