Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 menjelaskan bahwa PLTS Atap merupakan proses pembangkitan tenaga listrik menggunakan modul fotovoltaik yang dipasang dan diletakkan pada atap, dinding atau bagian lain dari bangunan milik konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) serta menyalurkan energi listrik melalui sistem sambungan listrik konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Penggunaan PLTS Atap bertujuan untuk menghemat biaya tagihan listrik yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan listrik. Selain itu, PLTS Atap juga membantu mengurangi dampak perubahan iklim dengan menekan efek gas rumah kaca yang dapat dihasilkan oleh pembangkit listrik energi fosil. Komponen PLTS Atap terdiri dari modul surya, inverter, sambungan listrik, sistem pengaman dan meter kWh ekspor-impor. Selanjutnya, jika pemakaian daya rendah maka akan ada surplus yang diekspor ke PLN. Surplus tersebut diakumulasikan paling lama 3 bulan. Apabila ada kelebihan daya dalam 3 bulan tersebut, maka PLN hanya akan menghitung kelebihan selama 3 bulan secara berturut-turut. Jika dalam bulan ke 4 masih ada kelebihan daya yang diekspor, maka akan dinihilkan atau dinolkan oleh PLN.
Ketika kita menjual listrik ke PLN, maka akan dihargai 65% oleh PLN. Hal ini dikarenakan pada saat kita menjual listrik, listrik tersebut akan disalurkan ke rumah tangga dan pastinya menggunakan jaringan listrik PLN. Ada perawatan, perbaikan dan biaya lain yang harus ditanggung oleh PLN. PLN mengharuskan tipe metering yang digunakan yaitu pascabayar, yang pembayarannya dilakukan setelah pemakaian. Konsumen PT PLN (Persero) harus melampirkan permohonan perubahan mekanisme pembayaran tenaga listrik prabayar menjadi pascabayar. Waktu yang diberikan oleh pemerintah kepada PLN terhadap permohonan konsumen yaitu paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan proses bisa dilanjutkan bahwa diterima atau tidak.
Kementerian ESDM tengah mengevaluasi aturan tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang tertuang dalam peraturan Menteri ESDM No. 26/2021. Evaluasi ini dilakukan untuk mencari solusi terkait isu kelebihan kapasitas listrik PLN dan hambatan dalam implementasi aturan tersebut di lapangan. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, revisi peraturan itu dilakukan lantaran kelebihan pasokan listrik yang kian menguat. Di sisi lain, hal ini bisa memberikan kemudahan proses pemasangan PLTS Atap untuk sektor industri. Kebijakan take or pay PLN di tengah kondisi kelebihan pasokan listrik membuat PLN dan pemerintah harus membeli listrik yang dihasilkan pembangkit-pembangkit listrik swasta walau listrik dipakai atau tidak. Dadan menuturkan pemerintah melihat situasi itu secara lebih realistis karena negara mengeluarkan angka yang terbilang besar untuk membayar kontrak listrik di tengah kondisi kelebihan pasokan.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa skema guna mendorong pelaku industri melakukan operasi paralel dan memasang sendiri PLTS Atap, seperti mempermudah perizinan pemasangan PLTS Atap untuk mengetahui kapasitas maksimal atau 100% yang digunakan. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 diatur kapasitas terpasang maksimum 100% dari kapasitas terpasang berlangganan dengan PLN. Pemerintah akan mempertimbangkan persentase yang layak untuk kapasitas terpasang PLTS Atap dan membuat pedoman yang lebih jelas. Meski demikian, Vice President Director Pemasaran dan Pengembangan Produk PLN Hikmat Drajat menegaskan, evaluasi Permen ESDM tersebut tidak memengaruhi pembelian listrik pembangkit swasta oleh PLN. Menurut Hikmat, evaluasi Permen tersebut lebih menekankan pada kajian teknis dan pembatasan daya.
Adapun substansi pokok dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 antara lain :
1. Ketentuan ekspor kWh
listrik ditingkatkan dari 65% menjadi 100%.
2. Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan
menjadi 6 bulan.
3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa
penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya
penyesuaian PJBL).
4. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian
permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap.
5. Dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap.
6. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari
pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU.
7. Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga
termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar