Pilih Investasi PLTS atau PLTN?

Tenaga surya dan nuklir merupakan pembangkit listrik bebas karbon. Apa yang menjadi perbedaan antara sumber tenaga surya dan nuklir jika keduanya bebas karbon? Keduanya menghasilkan energi yang sama bukan? Sama-sama menghasilkan listrik. Namun di beberapa sudut pandang tentang pilihan keduanya didasarkan pada dampak finansial, manfaat jangka panjang dan efektivitas sumber energi terhadap lingkungan.

Besar Biaya Pembuatan PLTS dan PLTN

PLTS vs PLTN

Berdasarkan laporan dari World Nuclear Industry Status (WNIS0 menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga surya tidak efisien dalam 10 tahun terakhir jika dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh nuklir. Beberapa negara yang menggunakan energi nuklir sebagai sumber penerangan berganti menggunakan energi surya. China dinilai sebagai pembangun nuklir paling agresif di dunia, pemerintahnya telah berinvestasi lebih banyak lagi dalam energi terbarukan.

Negara berpenduduk terpadat di dunia hanya menginvestasikan $6,5 miliar atau sekitar Rp 97,5 miliar untuk nuklir daripada $91 miliar atau Rp 1.365 triliun untuk energi terbarukan. Bukan suatu kebetulan negara-negara di dunia beralih ke tenaga surya secara bertahap dan meninggalkan pembangkit energi nuklir. Pembangkit listrik tenaga surya menjadi lebih murah dari beberapa tahun terakhir karena kemajuan teknologi dalam energi fotovoltaik.

Laporan WNIS mencatat bahwa pembangkit energi surya berkisar antara $36 (Rp 540.000) hingga $44 (Rp 660.000) per MWh (megawatt jam). Nilai ini lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pembangkit listrik tenaga nuklir yang dimulai dari $112 (Rp 1.680) hingga $189 (Rp 2.835) per MWh. Tingginya biaya untuk menghasilkan energi nuklir berhubungan dengan kebutuhan untuk menjamin langkah-langkah keamanan. Adanya PLTN karena tidak ingin mengulangi kecelakaan Chernobyl dan bencana nuklir Fukushima. Biaya nuklir lebih tinggi jika dibandingkan dengan panel surya karena membutuhkan penambangan Uranium dan Thorium yang merupakan bahan prasyarat dalam pembangkit nuklir.

PLTS atau PLTN yang menghasilkan lebih banyak energi?

Energi nuklir jauh lebih murah daripada energi matahari jika kita mempertimbangkan kapasitas energi yang dihasilkan. Faktor kapasitas yaitu jumlah total kemungkinan energi surya atau nuklir yang dihasilkan. Istilah sederhananya, energi surya memiliki faktor kapasitas yang sangat sedikit 24,9% jika dibandingkan dengan nuklir 92,5%. Kondisi ini terjadi karena ketergantungan PLTS pada sinar matahari yang hanya muncul setengah hari saja dan hanya selama langit dalam kondisi cerah.

Energi nuklir bisa menjamin produksi energi yang berkelanjutan sepanjang tahun meskipun dengan biaya perawatan lebih rendah karena hanya perlu mengisi bahan bakar setelah 6 hingga 12 bulan. Oleh karena itu, PLTS bisa mengimbangi faktor kapasitasnya sehingga menjadikannya pemenang jika kita melihatnya dari sudut pandang jangka panjang meskipun nuklir lebih mahal untuk dipasang dan disiapkan untuk penggunaan energi listrik. Perbandingan head-to-head dari dua pembangkit listrik yaitu PLTS dan PLTN yang menghasilkan jumlah MW yang sama menunjukkan bahwa energi nuklir lebih efisien daripada panel surya.

Nuklir Butuh Waktu Lama untuk Beroperasi

Pada efektivitas tahunan, energi nuklir jauh lebih murah. Nuklir membutuhkan waktu rata-rata 10 tahun untuk dibangun hingga selesai. Butuh waktu 23 tahun bagi Amerika Serikat yang akhirnya mengaktifkan reaktor nuklir.  Kita harus merespons perubahan iklim secepat mungkin karena waktu tersebut termasuk waktu yang terlalu lama. Kita tidak boleh membuang waktu untuk terus menggunakan sumber energi yang memancarkan karbon. Dalam 10 tahun membangun pembangkit listrik tenaga nuklir,  peran energi matahari akan menyelamatkan dunia dari emisi karbon. Pembangkit listrik tenaga surya bisa dibangun dalam waktu kurang dari 1 tahun, dimana sebagian besarnya dilakukan secara bersamaan yang kemudian menghemat biaya investasi.

Faktor Kapasitas Nuklir

Sebuah perusahaan manajemen aset bernama Lazard menganalisis biaya PLTS dan PLTN hingga menyimpulkan bahwa konstruksi nuklir yang panjang untuk menjadi operasional melebihi manfaatnya. Perusahaan manajemen aset tersebut menemukan bahwa biaya operaisional PLTS per kilowatt sekitar $1000 (Rp 15.000.000 juta) sedangkan nuklir sekitar $6.500 (Rp 97.000.000) hingga $12.250 (Rp 183.000.000). Oleh karena itu, manfaat jangka panjang energi nuklir tidak bisa dibandingkan dengan energi matahari yang masih menghasilkan lebih banyak energi bebas karbon bagi dunia meskipun faktor kapasitasnya rendah. Apalagi biaya operasional PLTS lebih terjangkau. Ketika pembangkit listrik tenaga nuklir 2430 MW selesai dan berfungsi, lebih dari empat pembangkit listrik tenaga surya 2430 MW akan beroperasi dan sudah operasional. Energi surya akan meminimalkan emisi karbon dan menghemat finansial selama periode tersebut.

Efisiensi Biaya PLTS dan PLTN

Jika kita sebagai investor, maka investasi terbaik yaitu investasi pada produk yang hemat biaya. Pilihan inilah yang menjadi fokus China dan Rusia pada PLN yang terbukti lebih murah. Negara-negara tersebut tidak meninggalkan tenaga nuklir yang sangat efisien karena faktor kapasitasnya yang sangat tinggi dan hemat biaya. Namun jika dibandingkan dengan energi surya, nuklir memang kurang relevan. PLTS tidak hanya lebih murah untuk dibangun melainkan juga beroperasi dengan cukup aman dan cepat, dimana dunia butuh segera bebas dari karbon mengingat iklim yang memburuk akibat emisi gas rumah kaca. Efisiensi PLTS dalam mencegah perubahan iklim yaitu alasan utama negara-negara terus membangun pembangkit listrik tenaga surya. Sedangkan penggunaan energi nuklir meningkat sekitar 3,4% pada tahun 2020. Kontribusi keseluruhannya terhadap penggunaan energi global tetap pada 10%. Angka 10% tetap sama selama 25 tahun. Terakhir kali nuklir memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penggunaan energi dunia yaitu pada tahun 1996 yang memasok 17,5% energi dunia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar